Siapa pun di dunia pasti pernah merasakan perasaan suka, cinta dan kasih sayang. Perasaan yang konon katanya indah, buat jantung deg-deg-an, buat hati berbunga - bunga, buat perasaan seakan terbang melayang. Tapi apakah selalu semuanya begitu indah?
Suka-Cinta-Kasih Sayang, ketiga itu seperti anak tangga. Ketiganya merupakan sebuah tahapan. Mulai dari yang paling bawah yaitu perasaan suka, lalu meningkat ke cinta, dan terakhir adalah perasaan sayang. Suka itu datang dari mata, cinta itu masuk ke hati, dan kasih sayang itu keluar dari jiwa.
Pada artikel ringan ini, saya mulai dari suka dulu. Suka itu adalah sebuah kata yang umum, ditujukan kepada siapa saja. Tidak harus pria dan wanita, juga tidak harus manusia.
Sekadar contoh saja, saya suka sama kucing, saya juga suka makan, suka main bola, juga suka dengar musik. Tapi jika kata suka ditujukan antar pria dan wanita, secara umum kita menanggapi dengan arti berbeda. Itu tidak salah juga. Suka itu memang dasar dan mula, kalau tidak suka, ya… tidak akan dilakukan. Misalnya saya tidak suka ke bioskop, ya saya tidak mau ke sana. Tapi perasaan suka ini sangat dangkal. Akan cepat luntur, terutama bila sudah bosan.
Kemudian cinta. Cinta lebih dalam dari suka. Cinta ini perasaan yang ingin memberi, ingin berbagi. Lihat saja waktu Valentine’s Day, banyak kaum pria dan wanita (terutama kawula muda) berlomba memberikan hadiah pada pasangannya.
Tapi perasaan cinta ini punya sifat jelek yaitu egois. Cinta itu harus memiliki, cinta itu pencemburu. Ini juga tidak buruk, memang itu sifat dasar dari cinta, tidak bisa dipungkiri. Tapi cinta itu adalah tahap penjajakan. Masih rentan. Masih banyak yang mementingkan ego. Cinta itu masih menuntut balasan atau imbalan.
Cinta yang ‘terluka’ bisa menjadi ‘kebencian’. Lihat, banyak pasangan yang putus di tengah jalan, setelah itu jadi tak acuh kalau bertemu, ada yang biasa saja, tapi terkadang ada yang buang muka, seolah menghindar. Lalu, bagaimana dengan orang yang sampai rela mati demi cinta?
Ketika kita berbicara tentang cinta maka awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri dan tidak mengubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan.
Jika tidak maka kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dirinya. Manusia mengartikan cinta sesuai defenisinya masing-masing. Tapi ada juga yang menyebut cinta seperti sinar matahari, memberi TANPA mengharap kembali.
Cinta itu seperti sinar matahari, TIDAK MEMILIH siapa yang ia sinari. Cinta itu seperti sinar matahari yang MEMBERI KEHANGATAN DI HATI. Lebih bombastis lagi, orang menyebut Cinta adalah buta…cinta tidak mengenal usia, paras rupa, maupun kekayaan dan harta karun, tetapi dari keikhlasan hati setiap insan antara satu sama lain. Tidak semua orang yang engkau cintai, mencintaimu dan sikap ramahmu kadang kala dibalas dengan sikap tidak sopan. Jika cinta suci tidak datang daripada tabiatnya, maka tidak ada gunanya cinta yang dibuat-buat.
Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mau berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.
Jangan mencintai seseorang seperti bunga, karena bunga akan mati dikala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, karena sungai mengalir selamanya.
Lantas yang berikut adalah Kasih Sayang. Sayang ini perasaan tertinggi. Sayang ini tidak ada batasan. Kasih sayang itu tidak menuntut apa - apa sebagai balasan. Berbeda dengan cinta. Ia benar - benar rela dalam memberi, atau yang kita sebut pengorbanan. Kasih sayang tidak akan pernah luntur, entah karena ‘waktu’, ataupun karena ‘luka’.
Untuk mencapai tahapan-tahapan ini butuh proses, butuh waktu. Meminjam kata pepatah, tak kenal maka tak sayang itu benar.. Semua tidak bisa terjadi secara instan, perlu diuji oleh waktu. Bagi yang pernah lihat film ‘Titanic’ tentu bisa memaknai alur cerita percintaan dua orang kekasih. Film itu bercerita tentang ‘cinta sejati’. Ya benar, mereka baru sampai tahap cinta. Lalu sang aktor Leonardo ‘kan sampai rela mati? Jangan salah, cinta itu memberikan suatu perasaan menggebu di dalam hati.
Pada saat cinta itu ‘baru’ bersemi, perasaan itu kuat sekali, bahkan ada seorang teman saya yang mengatakan, biarkan cinta itu mengalir bagai air dan jangan dibendung. Lebih jauh lagi, perasaan itu jangan ditolak karena berada di ruang rasa (hati-Red).
Tetapi seiring berjalannya waktu, akan semakin berkurang bahkan bisa hilang.
Kita sama-sama tahu, dalam Bahasa Inggris, cinta maupun sayang itu tidak bisa dibedakan. Keduanya disebut LOVE tetapi yang pasti, LOVE itu adalah kata kerja aktif ( i love you = aku mencintaimu). Jadi Love itu adalah kata kerja aktif satu arah (mencintai), dia tidak menuntut balasan (bukan saling mencintai). Sementara dalam Bahasa Indonesia, cinta itu lebih cenderung dianggap kata benda.
Tetapi yang benar seharusnya “aku cinta kamu”, bukan “aku mencintaimu”. Maka benarlah definisi “cinta” yang artinya dalam Bahasa Inggris “love”, bahwa “cinta” itu sama dengan “sayang”. Tetapi karena Bahasa Indonesia rancu, secara harafiah kita akan, menyebut cinta itu love dan sayang itu true love.
Lalu perasaan “Sayang” itu bagaimana? Menurut Firman Tuhan, sayang itu rela berkorban tanpa harus saling memiliki. Semua tahu ‘kan kisah bagaimana Raja Salomo dengan kebijakannya memecahkan perkara dua orang ibu yang mengaku memiliki dan berebut atas seorang anak? (I Raja-Raja 3:16-28) Saya tidak membahas bagaimana kebijakan Salomo, tetapi bagaimana sikap ibu yang benar - benar adalah ibu anak itu, dan bagaimana “kasih sayang dan cintanya” kepada anaknya.
Disini jelas bahwa Firman berkata bahwa “cinta dan sayang” itu tidak harus memiliki, melainkan rela berkorban. Kisah cinta sejati terbesar lainnya adalah bagaimana Tuhan rela mati di kayu salib untuk kita semua. Tuhan tidak menuntut balasan apapun dari kita. Itu teladan dari cinta dan sayang yang luar biasa yang Tuhan ingin ajarkan kepada kita.
Balik lagi ke topik ‘Antara Suka, Cinta dan Kasih Sayang’ rasanya tak berlebihan apabila saya mengajak kita semua untuk mengoreksi diri masing - masing, bagaimana perasaan kita terhadap orang yang konon katanya kita sayangi. Yang bisa menilai hanya diri kita sendiri.
Jawablah kepada pribadi masing - masing. Jangan membohongi diri sendiri. Uji diri sendiri, apakah kita tidak egois, bukan ingin memiliki, relakah kita bila suatu saat harus kehilangan bila demi kebahagiaan orang yang kita sayangi? Sekali lagi, uji diri sendiri, jangan sampai Tuhan yang menguji kita. Jika benar - benar sudah saling menyayangi, pertahankan itu, berdoa terus minta Tuhan jaga. Jika ternyata belum, berdoa, dan minta Tuhan murnikan perasaan itu.
Suka, cinta dan sayang tidak selamanya membawa kebahagiaan. Kadang ia juga membawa air mata dan kesedihan. Nah, sudah siapkah kita menghadapinya? Kalau kamu mencintai dan menyayangi, jadilah ‘kuat’ supaya bisa bertahan kalau ujian itu datang. Ingatlah, bahwa Cinta sejati dan Kasih Sayang itu hanya ada di dalam Tuhan.
Mengakhiri tulisan ringan ini, ada sebuah contoh dimana, salah seorang teman saya suka pada banyak hal dan banyak orang, tetapi ia hanya pernah satu kali merasakan getaran “Cinta dan Sayang” kepada seseorang. Ya, dia juga menyadari hal itu, tidak saja melalui sebuah pengakuan tapi lebih dari itu melalui bahasa tubuh, apalagi dalam beberapa hal tertentu biasanya mereka melakukan sharing.